MULIA KARENA LIDAH YANG TERJAGA
KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Hadirin Sidang Jum’at
yang Terhormat..
Allah Ta’ala berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
"Tiada suatu ucapan
pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir." (Qaf: 18).
Sesungguhnya lisan
merupakan salah satu nikmat Allah yang amat besar dan salah satu ciptaan Allah
yang menakjubkan. Bentuknya kecil, namun perannya besar dalam ketaatan dan
kemaksiatan. Bahkan kekufuran dan keimanan tidak bisa diketahui dengan jelas
kecuali dengan persaksian lisan, padahal keduanya merupakan puncak dari
ketaatan dan kemaksiatan.
Hadirin Sidang Jum’at
yang Terhormat
Lisan merupakan salah satu ayat-ayat Allah. Dia berfirman,
Lisan merupakan salah satu ayat-ayat Allah. Dia berfirman,
وَلِسَاناً وَشَفَتَيْنِ وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
"Lidah dan dua buah
bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan." (Al-Balad: 9-10).
Lisan adalah raja atas semua anggota tubuh. Semua tunduk dan patuh kepadanya. Jika ia lurus, niscaya semua anggota tubuh ikut lurus. Jika ia bengkok, maka bengkoklah semua anggota tubuh.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Lisan adalah raja atas semua anggota tubuh. Semua tunduk dan patuh kepadanya. Jika ia lurus, niscaya semua anggota tubuh ikut lurus. Jika ia bengkok, maka bengkoklah semua anggota tubuh.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُوْلُ: اِتَّقِ اللهَ فِيْنَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اِعْوَجَجْنَا.
"Apabila anak cucu
Adam masuk waktu pagi hari, maka seluruh anggota badan tunduk kepada lisan,
seraya berkata, 'Bertakwalah kepada Allah dalam menjaga hak-hak kami, karena
kami mengikutimu, apabila kamu lurus, maka kami pun lurus, dan apabila kamu bengkok,
maka kami pun bengkok'." (HR. at-Tirmidzi dan
Ahmad).
Seorang manusia bisa
masuk surga disebabkan lisannya. Apabila benar lisannya, maka dia akan
mendapatkan pahala, dan sebaliknya bila salah maka dia mendapatkan dosa. Lisan
manusia bisa mewujudkan dzikir
, tasbih, dan tahlil, atau membaca al-Qur`an, atau ucapan amar ma'ruf nahi munkar, berbuat baik kepada manusia, dan mengajak mereka kepada kebaikan. Lisan adalah salah satu nikmat Allah jika dipergunakan oleh hamba untuk kebaikan, petunjuk, dan keshalihan.
, tasbih, dan tahlil, atau membaca al-Qur`an, atau ucapan amar ma'ruf nahi munkar, berbuat baik kepada manusia, dan mengajak mereka kepada kebaikan. Lisan adalah salah satu nikmat Allah jika dipergunakan oleh hamba untuk kebaikan, petunjuk, dan keshalihan.
Kaum Muslimin yang
Berbahagia
Lisan memang senang mengembara ke tempat yang tak bertujuan, lahannya luas tiada terbatas dan bertepi. Ia memiliki peran yang besar di dalam lahan kebajikan, dan juga di dalam keburukan. Maka barangsiapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya, maka setan akan menggiringnya ke dalam segala sesuatu yang dia ucapkan. Lalu menyeretnya ke jurang kehancuran, dan selanjutnya jatuh ke dalam kebinasaan.
Lisan memang senang mengembara ke tempat yang tak bertujuan, lahannya luas tiada terbatas dan bertepi. Ia memiliki peran yang besar di dalam lahan kebajikan, dan juga di dalam keburukan. Maka barangsiapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya, maka setan akan menggiringnya ke dalam segala sesuatu yang dia ucapkan. Lalu menyeretnya ke jurang kehancuran, dan selanjutnya jatuh ke dalam kebinasaan.
Tidak seorang pun dapat
selamat dari tergelincirnya lisan kecuali orang yang mau mengendalikannya
dengan tali kekang syariat, sehingga lisannya tidak mengucapkan kecuali sesuatu
yang memberi manfaat di dunia dan akhirat. Ketika Aisyah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam,
حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا، تَعْنِيْ قَصِيْرَةً، فَقَالَ: لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.
"Cukuplah bagi Anda
bahwa Shafiyah itu orangnya begini, begini." Maksudnya tubuhnya pendek.
Maka Nabi bersabda kepadanya, "Engkau telah mengucapkan suatu perkataan
yang bila dicampur dengan air laut niscaya dia akan merubahnya." (HR. Abu Dawud).
Imam an-Nawawi yang wafat
pada tahun 676 H. berkata, "Ketahuilah bahwa setiap mukallaf harus menjaga
lisannya dari semua perkataan kecuali perkataan yang maslahat di dalamnya telah
jelas. Dan ketika perkataan itu mubah, sedangkan dalam meninggalkannya terdapat
maslahat maka disunnahkan untuk menahan diri darinya. Karena terkadang
perkataan yang mubah akan terseret menuju keharaman atau kemakruhan, bahkan ini
menjadi hal yang umum di dalam adat kebiasaan, sedangkan keselamatan maka tidak
ada sesuatu pun yang menyamainya."
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
"Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau
diam." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Saya berkata,
"Hadits yang disepakati keshahihannya ini merupakan nash yang sharih,
bahwasanya tidak seharusnya seseorang berbicara melainkan apabila perkataan
tersebut baik, yaitu yang tampak jelas maslahatnya, dan ketika ragu tentang
kejelasan maslahatnya, maka janganlah berbicara."
Al-Imam asy-Syafi'i
berkata, "Apabila seseorang ingin berbicara, maka hendaklah dia berpikir
terlebih dahulu sebelum berbicara, apabila telah jelas maslahatnya, maka dia
berbicara, dan apabila ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas
maslahatnya." Al-Imam asy-Syafi'i juga pernah berpesan kepada muridnya
ar-Rabi', "Wahai ar-Rabi', janganlah kamu berbicara tentang perkara yang
tidak penting bagimu, karena apabila kamu berbicara satu kata, maka ia akan
memilikimu, sedangkan kamu tidak dapat memilikinya."
Dan kami meriwayatkan
dalam Shahih al-Bukhari: Dari Sahal bin Sa'adRadhiyallahu ‘anhu, dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
مَنْ يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنُ لَهُ الْجَنَّةَ.
"Barangsiapa yang
memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) kejahatan lisan yang berada di
antara dua tulang rahangnya, dan kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua
kakinya, niscaya aku akan memberikan jaminan surga kepadanya." (HR. al-Bukhari).
Dan kami meriwayatkan
dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Tidak
ada sesuatu pun yang lebih berhak lama dipenjarakan daripada lisan."
Dan yang lainnya berkata, "Perumpamaan lisan adalah seperti hewan buas, apabila kamu tidak mengikatnya, niscaya dia akan memusuhimu." Dan kami meriwayatkan dari al-Ustadz Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam Risalahnya yang terkenal, dia berkata, "Diam pada sesuatu yang telah selamat adalah tindakan utama. Sedangkan diam pada waktunya merupakan sifat (baik) seseorang sebagaimana berbicara pada tempatnya merupakan sebaik-baik tabiat." Dia melanjutkan, "Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq Rahimahullah berkata,
Dan yang lainnya berkata, "Perumpamaan lisan adalah seperti hewan buas, apabila kamu tidak mengikatnya, niscaya dia akan memusuhimu." Dan kami meriwayatkan dari al-Ustadz Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam Risalahnya yang terkenal, dia berkata, "Diam pada sesuatu yang telah selamat adalah tindakan utama. Sedangkan diam pada waktunya merupakan sifat (baik) seseorang sebagaimana berbicara pada tempatnya merupakan sebaik-baik tabiat." Dia melanjutkan, "Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq Rahimahullah berkata,
مَنْ سَكَتَ عَنِ الْحَقِّ فَهُوَ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ.
'Siapa yang berdiam diri
dari kebenaran, maka dia adalah setan yang bisu'."
Apabila Hari Kiamat tiba,
maka perkataan dan perbuatan seorang hamba telah dihitung. Tiba-tiba salah
seorang hamba mengingkari hal itu seraya berkata, "Wahai Rabb, saya tidak
melakukan ini, saya tidak mengatakan ini." Maka malaikat yang menyaksikan
hal itu berkata, "Aku tidak menerima seseorang menjadi saksi selain diriku
sendiri." Lalu Allah menutup mulutnya, dan semua anggota tubuhnya bersaksi
dan memberikan kesaksian perbuatannya. Tangan menuturkan sesuatu yang dia
kerjakan, kaki melaporkan perjalanannya, mata memberikan kesaksian yang dia
lihat, telinga memberikan kesaksian yang didengarnya, dan kulit memberikan
kesaksian yang dirasakannya. Saat itulah sang hamba berduka cita dan terkejut
serta berkata kepada anggota tubuhnya, "Celaka dan binasalah kalian,
karena kalianlah aku membela diri." Inilah anggota-anggota tubuh yang
tidak lain adalah anggota tubuhmu, akan memberikan kesaksian atas kesalahanmu
di Hari Kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُحْشَرُ أَعْدَاء اللَّهِ إِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ. حَتَّى إِذَا مَا جَاؤُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ. وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ. وَمَا كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيراً مِّمَّا تَعْمَلُونَ
"Dan (ingatlah) hari
(ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya).
Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit
mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.
Dan mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu menjadi saksi terhadap
kami.' Kulit mereka menjawab, 'Allah yang telah menjadikan segala sesuatu
pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang
menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepadaNya-lah kamu
dikembalikan'. Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian
pendengaran, penglihatan, dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa
Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan." (Fushshilat: 19-22).
Ketahuilah bahwa ghibah termasuk perbuatan yang paling buruk dan paling tersebar di antara manusia, sehingga mereka tidak selamat darinya melainkan hanya segelintir orang saja. Batasan ghibah yaitu engkau memperbincangkan saudaramu dengan sesuatu yang jika hal itu didengar atau sampai ke telinganya, maka dia merasa tidak senang, baik itu mengenai badan, nasab, perilaku, perbuatan, ucapan atau dalam urusan agamanya, bahkan sampai pakaian yang dia kenakan, rumah tinggal, dan kendaraannya.
Di dalam Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa`i: dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Ketahuilah bahwa ghibah termasuk perbuatan yang paling buruk dan paling tersebar di antara manusia, sehingga mereka tidak selamat darinya melainkan hanya segelintir orang saja. Batasan ghibah yaitu engkau memperbincangkan saudaramu dengan sesuatu yang jika hal itu didengar atau sampai ke telinganya, maka dia merasa tidak senang, baik itu mengenai badan, nasab, perilaku, perbuatan, ucapan atau dalam urusan agamanya, bahkan sampai pakaian yang dia kenakan, rumah tinggal, dan kendaraannya.
Di dalam Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa`i: dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَتَدْرُوْنَ مَاالْغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اللهَ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ.
"Apakah kalian
mengetahui, apakah ghibah itu?" Mereka menjawab, "Allah dan RasulNya
lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Kamu menyebutkan tentang
saudaramu dengan sesuatu yang tidak disenanginya." Dikatakan kepada
beliau, "Bagaimana pendapatmu bila pada saudaraku memang benar ada yang
aku ucapkan?" Beliau bersabda, "Jika pada dirinya benar ada yang kamu
ucapkan, maka kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, dan jika pada dirinya
tidak terdapat sesuatu yang kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan tuduhan dusta
terhadapnya." (HR. Muslim).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
لَمَّا عُرِجَ بِيْ مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَصُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ: مَنْ هٰؤُلاَءِ يَا جِبْرِيْلُ؟ قَالَ: هٰؤُلاَءِ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسِ وَيَقَعُوْنَ فِي أَعْرَاضِهِمْ.
"Ketika saya
diangkat (pada peristiwa isra' mi'raj), maka saya melewati kaum yang memiliki
kuku dari tembaga. Mereka mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya, 'Siapakah
mereka wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Mereka adalah kaum yang memakan daging
manusia (maksudnya melakukan ghibah), dan merusak kehormatan mereka'."(HR. Abu Dawud).
Dalam hadits ini
digambarkan dengan jelas bahwa Allah menghukum orang yang melakukan ghibah.
Mereka digambarkan sebagai orang yang memakan daging manusia. Di akhirat nanti,
mereka mencakar wajah dan dada mereka.
Hadirin Sidang Jum’at
Yang Kami Hormati
Hukum ghibah adalah haram berdasarkan ijma' kaum muslimin. Dan telah jelas dalil-dalil yang sharih tentang keharamannya dari al-Kitab, as-Sunnah dan ijma'.
Allah Ta’ala berfirman,
Hukum ghibah adalah haram berdasarkan ijma' kaum muslimin. Dan telah jelas dalil-dalil yang sharih tentang keharamannya dari al-Kitab, as-Sunnah dan ijma'.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً
"Janganlah sebagian
kamu menggunjing sebagian yang lain." (Al-Hujurat :12).
Dia juga berfirman,
Dia juga berfirman,
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
"Kecelakaanlah bagi
setiap pengumpat lagi pencela." (Al-Humazah: 1).
Al-Humazah bermakna,
orang yang mengumpat manusia dan dia menyakiti mereka dengan ketidakhadiran
mereka, sedangkan al-Lumazah bermakna orang yang mencela manusia dan menyakiti
mereka dengan kehadiran mereka. Dan mungkin al-Humazah adalah orang yang
menyakiti manusia dengan perkataannya, sedangkan al-Lumazah adalah orang yang
menyakiti mereka dengan perbuatan dan tindak-tanduknya, dan dalam riwayat lain
dikatakan maknanya adalah selain hal tersebut yang masih mencakup makna-makna
ini.
Dia juga berfirman,
Dia juga berfirman,
هَمَّازٍ مَّشَّاء بِنَمِيمٍ
"Yang banyak
mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah." (Al-Qalam: 11).
Kaum Muslimin
Rahimakumullah
Kata-kata yang manis memang terbukti bisa menghipnotis manusia. Ia bisa menghanyutkan manusia dalam buaiannya. Pendapat ini bertitik tolak pada fitrah manusia yang selalu ingin dihargai atau bahkan dipuji. Tutur kata yang manis juga bisa memotivasi orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan mungkar.
Kata-kata yang manis memang terbukti bisa menghipnotis manusia. Ia bisa menghanyutkan manusia dalam buaiannya. Pendapat ini bertitik tolak pada fitrah manusia yang selalu ingin dihargai atau bahkan dipuji. Tutur kata yang manis juga bisa memotivasi orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan mungkar.
Sebuah kritikan yang
tajam, namun dibungkus dengan tutur kata yang halus lebih bisa diterima oleh
orang yang dikritik. Dan sebaliknya, penyampaian dakwah kebenaran secara vulgar
dan kasar kepada umat manusia terkadang akan berakibat sebaliknya. Metode
tersebut tidak hanya kurang efektif, bahkan bisa memunculkan sikap antipati
dari objek dakwah. Allah memberikan dalam kelembutan sesuatu yang tidak
diberikanNya dalam kekerasan.
Inti dakwah Islam adalah
saling nasihat menasihati, nasihat bagi Allah, Rasulullah, para pemimpin, dan
kaum muslimin. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Tolonglah saudaramu
yang zhalim dan dizhalimi." Dan cara menolong saudara
yang zhalim adalah menasihatinya agar tidak melakukan kezhaliman dan
kemungkaran.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ.
"Sesungguhnya
kelembutan, tidaklah terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan
tidaklah ia terlepas dari sesuatu melainkan ia akan menodainya." (HR. Muslim).
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Kaum Muslimin
Rahimakumullah
Allah Ta’ala berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
"Sesungguhnya Rabbmu
benar-benar mengawasi." (Al-Fajr: 14).
Makna ayat di atas adalah
bahwa Allah mendengar makhluk-Nya, dan melihat serta mengawasi perbuatan mereka
serta memberi masing-masing balasan sesuai dengan usahanya di dunia.
Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Musa al-Asy'ari,
Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Musa al-Asy'ari,
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله ، أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ.
"Saya bertanya,
'Wahai Rasulullah, siapakah muslim yang paling utama?' Rasulullah menjawab,
'Seorang muslim, yang mana kaum muslimin selamat dari (bahaya) lisan dan
tangannya'." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Jama'ah Jum'at yang
Dimuliakan Allah
Khatib berharap mudah-mudahan Allah memberikan kita petunjuk untuk melaksanakan perintahNya dan melaksanakan kebaikan sesuai dengan syariat. Mudah-mudahan Allah menjadikan hari-hari kita penuh dengan amal shalih yang akan membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan hidayah pada segala urusan kita, khususnya dalam menjaga lisan kita dan memberikan petunjuk kepada kita semua dalam menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang Allah berikan nikmat kepada mereka, jalan para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada, serta orang-orang yang shalih, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
[Sumber: Dikutib dari
Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta].